Proses pengintegrasian guru-guru korban “cleansing” ke dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKI) ternyata belum memenuhi harapan banyak pihak. Meski inisiatif ini dimaksudkan untuk mengakui dan memperbaiki ketidakadilan masa lalu, implementasinya masih menghadapi berbagai kendala yang menghambat pencapaian tujuan tersebut.

Usul Guru Korban Cleansing Ikut KKI Belum Sesuai Harapan

Sebagai latar belakang, istilah “cleansing” merujuk pada periode sejarah tertentu di mana sejumlah guru di berbagai daerah mengalami pemecatan atau tindakan diskriminatif lainnya akibat perubahan kebijakan politik. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan dan reputasi mereka ternoda tanpa alasan yang jelas atau adil. Dengan dibentuknya KKI, ada harapan besar bahwa kebenaran akan terungkap dan rekonsiliasi dapat tercapai.

Namun, usul untuk memasukkan guru-guru korban “cleansing” dalam KKI belum berjalan sesuai harapan. Beberapa korban dan pemerhati masalah ini mengeluhkan lambannya proses verifikasi dan pengumpulan data yang diperlukan. Banyak guru yang masih belum terdaftar sebagai korban, dan beberapa di antara mereka merasa suara mereka tidak didengar secara layak dalam proses ini.

Seorang mantan guru yang menjadi korban “cleansing”, Budi Santoso, menyatakan kekecewaannya terhadap perkembangan ini. “Kami sudah menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan pengakuan dan keadilan. Tapi sampai sekarang, prosesnya masih belum jelas dan kami merasa seperti diabaikan lagi,” ujar Budi dengan nada kecewa.

Selain itu, masalah lain yang mengemuka adalah kurangnya sosialisasi dan dukungan bagi para guru korban dalam mengajukan permohonan ke KKI. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui prosedur yang harus diikuti atau merasa kesulitan untuk mengakses informasi yang diperlukan. Ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam penyebaran informasi dan dukungan yang seharusnya diberikan oleh pemerintah atau pihak terkait.

Beberapa organisasi masyarakat sipil telah menyuarakan keprihatinan mereka dan mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam menangani masalah ini. Mereka menekankan pentingnya mempercepat proses verifikasi dan memastikan bahwa semua korban mendapat kesempatan yang adil untuk menyuarakan pengalaman mereka.